Sumber hukum islam berarti tempat pengambilan atau rujukan hukum Islam. Dalam pembahasan ilmu usul fikih, sumber hukum Islam sering disebut dengan istilah "Masaridul ahkam" atau " Masaridusy-syari'ah lil-ahkam" atau disebut juga "usulul ahkam". Disamping istilah "masadir", bentuk jamak dari kata "masdar", ada istilah lain yang sering disandingkan dengan istilah tersebut, yaitu kata "adillah" bentuk jamak dari kata "dalil", yang berarti petunjuk kepada sesuatu, abdul Wahab Khalaf mengatakan bahwa daliilul ahkam atau adillatul-ahkam identik dengan ushul ahkam dan masaridul ahkam. karena itu, ulama ushul fikih terkadang menggunakan istilah adillatul ahkam untuk menunjukan masaridul ahkam . para ahli ushul fikih memberikan ushul fikih memberikan definisi sumber hukum islam sebagai berikut.
"sesuatu yang dijadikan landasan oleh pemikiran yang sehat untuk menunjukan hukum syarak yang amali (bukan akidah), bak dengan jalan pasti (yakin) maupun dengan jalan dugaan kuat.
2. Macam
macam Sumber Hukum Islam
Macam macam sumber huum islam (
masadirul ahkam atau dalilul ahkam) dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu :
a.
Penggunaannya
Para
ulama sepakat bahwa Al-Quran dan Hadis adalah sumber utama hokum islam. Akan
tetapi, ulama kontemporer cenderumg memebatasi pada hana al-quran dan hadits
sebagai sumber hukum Islam, sedang ijmak, qiyas, istihsan, dan sebagainya tidak
dapat disebut sebagai sumber hukum islam, tetapi sebagai metode untuk
memperoleh suatu hukum (turuq istinbatil ahkam) yang ada dalam al-Quran dan
Hadits. Hal ini berbeda dengan para ulama klasik yang cenderung menyebutkan
tidak hanya al-Quran dan Hadits yang menjadi sumber hukum Islam, tetapi ijmak ,
qiyas dan lainnya pun termasuk sumber hukum Islam. Meskipun di sini ada sedikit
perbedaan pandangan, ternyata ada kesamaan untuk membagi smber hukum islam
menjadi dua kelompok, yaitu sumber hukum
Islam yang disepakati dan sumber hukum Islam yang tidak disepakati. Adapun sumber-sumber
hukum Islam yang disepakati adalah Al-Quran, hadits, ijmak, dan qiyas. Sedang sumber-smber
hukum Islam yang diperselisihkan adalah istihsab, istihsan, masalihul mursalah,
urf, mazhabus-sahabi, adduz-zara’I, syar’u man qablana, dalalatul iqtiran, dan
ra’yun nabi.
Perbedaaan dalam menetapkan sumber hukum
Islam atau dalil syarak itu, dapat diihat dan perbedaan pendapat ulama mazhab
empat, yaitu Imam Malk bin Anas, Abu Hanifah, Syafi’I, dan Ahmad bin Hambal.
1.
Imam
Malik. Menurutnya , sumber hukum islam, yaitu:
-
Al-Qur’an
(Kitabullah)
-
Sunah
-
Ijmak
-
Qiyas
-
Maslahah
mursalah
2.
Imam
Abu Hanifah
-
Al-Quran
-
Sunah
-
Ijmak
-
Qiyas
-
Maslahah
mursalah
3.
Imam
Syafi’i
-
Al-Quran
-
Sunah
-
Ijmak
-
Qiyas
(Istidlal)
4.
Imam
Ahmad bin Hambal
-
Al-Quran
-
Sunah
(Mutawatir dan Hasan)
-
Ijmak
(Fatwa sahabat)
-
Qiyas
( apabila darurat)
Sementara
itu, Muhammad Syaltut (ulama kontemporer dari mesir), menyebut tiga sumber
hukum, yaitu: Al-Quran,As-Sunah, dan Ar-Ra’yu (ijtihad). Pendapat ini
berdasarkan pada hadits riwayat tirmizi yang berisi tentang dialog Nabi saw. dengan
Mu’az bin Jabal ketika hendak diutus menjadi kepala daerah di wilayah Yaman. Ketika
Nabi menanyakan tentang cara memutuskan perkara yang harus diselesaikan, Mu’az
bin Jabal menjawab akan menyelesaikannya dengan Kitabullah, Sunatu Rasulullah, dan Ra’yi (Ajtahidu Ra’yi). Dan Nabi saw. pun sependapat dengan jawaban
tersebut.
b.
Asal
sumbernya
1.
Naqli,
yaitu berupa nas langsung yang diambil dari Al-Quran atau Hadits.
2.
Aqli,
Maksudnya berdasarkan akal pikiran atau ra’yu dengan cara berijtihad.
c.
Cakupan
Hukumnya
1.
Kully,
jika kandungan hukumnya menyeluruh, misalnya dalam QS. Al- Baqarah:29,
menjelaskan semua yang ada di bumu ini untuk manusia.
2.
Juz’iy.
Jika kandungan hukumnya menunjukan terbatas, misalnya QS. Al-Baqarah:43,
menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban bagi umat Islam, yaitu salat dan zakat.
1.
Qat’iy,
jika sumber huukum itu dapat meyakinkan dan pasti, baik dari segi keberadaanya
yang dapat diyakini dari sayarak (qat’iyul-wurud).
Misalnya, jelas bersumber dari ayat al-Quran atau hadits mutawatir. Atau telah meyakinkan
dari segi penunjukannya , karena menggunakan lafal yang tegas dan jelas.
Misalnya, dalam Qs. An-nisa: 12 yang menunjukan bagian harta warisan bagi
seorang suami, yaitu mendapatkan setengah, jika tidak mempunyai anak.
2.
Zanny,
jika sumber hukum itu masih belum dapat diyakini atau masih diduga-duga dari
segi keberadaannya. Misalnya, hadis ahad atau hadis yang tidak mencapai
derajat mutawatir. Atau, masih diragukan dari segi penunjukannya, karena lafal
yang digunakan tidak jalas dan tegas. Misalnya, kata”quru” dalam QS. Al-Baqarah: 228.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar